Harian : Sindo , 10 desember 2014
Tema Artikel :
Korupsi
Judul Artikel : Penangan
Kasus Korupsi Masih Lamban
SURABAYA - Penuntasan kasus korupsi di Jatim selama 2014
masih lamban. Berdasarkan data yang ada di Kejati Jatim, pada kurun waktu 2014
tercatat ada 130 kasus korupsi yang tengah ditangani.
Dari jumlah tersebut, 66 kasus di tahap penyidikan,
sedangkan yang 64 kasus masih proses penyelidikan. Sementara kasus korupsi yang
masuk proses penyidikan di Kejati Jatim sepanjang 2014 tercatat ada 119 kasus.
Ini terdiri dari 66 kasus penyidikan di tahun 2014 dan 53 kasus penyidikan dari
kasus korupsi tahun sebelumnya.
Sebanyak 71 kasus korupsi dari 119 kasus yang masuk tahap
penyidikan tersebut telah dilimpahkan ke pengadilan. Sisanya 48 kasus masih
tetap proses penyidikan. Total kasus yang berhasil dilimpahkan ke pengadilan
tahun 2014, yakni 149 perkara karena di dalamnya termasuk 78 perkara tahun
sebelumnya.
“Kasus korupsi sudah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi selama 2014 ada 149 perkara dan dari jumlah itu, 43 perkara sudah
diputusdan masih ada 106 perkara dalam persidangan,” kata Kasi Penerangan dan
Hukum (Penkum) Kejati Jatim Romy Arizyanto.
Ada juga perkara korupsi yang masih pada tahap eksekusi.
Romy menyampaikan bahwa pada 2014 ada 177 perkara dalam eksekusi karena yang
sudah berhasil diselesaikan ada 126 perkara. Dengan demikian, masih ada 51
perkara belum dieksekusi. Dari jumlah perkara itu, Kejati Jatim berhasil
menyelamatkan uang negara hingga Rp26,75 miliar.
Selain di Kejati Jatim, Polda Jatim juga menangani ratusan
kasus korupsi. Ada 111 perkara korupsi yang ditangani sepanjang 2014. Kasus
korupsi itu merupakan kasus laporan pada 2014 sebanyak 62 kasus dan selebihnya
49 kasus adalah laporan tahun sebelumnya.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono mengatakan,
dari 111 kasus yang ditangani Polda Jatim itu, ada 89 kasus yang berhasil
dilimpahkan ke kejaksaan. Dari kasus yang ditangani tersebut, kerugian negara
yang diderita mencapai Rp255,59 miliar, sedangkan yang berhasil diselamatkan
mencapai Rp4,14 miliar.
Dia mengungkapkan, Polda Jatim menargetkan ada 84 kasus korupsi
yang berhasil dituntaskan atau berhasil dilimpahkan kekejaksaan dalam sethun
ini. Namun belakangan, ada revisi target itu menjadi 43 kasus.
“Pada 2013 ditargetkan 84 kasus selesai, tapi yang berhasil
diselesaikan ada 95 kasus atau mencapai 113%. Pada 2014, dari target 43 kasus,
sampai saat ini yang berhasil dituntaskan sudah 89 kasus dengan persentase
mencapai 206%,” kata Awi.
Usulkan Hukuman Koruptor Per Level
Mantan Hakim Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi DKI
yang memvonis 20 tahun Jaksa Urip Tri Gunawan, juga Artalyta Suryani alias Ayin
Madya Suhardja, mengusulkan ganjaran hukuman bagi koruptor diusulkan dibuat per
level berdasar nominal kerugian.
Selain itu, jumlah anggota Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) diusulkandi perbanyak sehingga bisa menjangkau hingga daerah. Usulan itu
disampaikannya pada kuliah umum bertema “Pentingnya Pendidikan Antikorupsi di Perguruan
Tinggi”, di kampus Universitas Widya Kartika (Uwika) Surabaya, kemarin, untuk
memaknai Hari Antikorupsi Sedunia.
“Vonis hukuman bagi orang yang terbukti korupsi harusnya
dibuat per termin atau per level. Kerugian di atas Rp5 miliar hukuman mati,
kerugian antara Rp2 miliar hingga Rp4 miliar hukuman seumur hidup, kerugian Rp1
miliar hukuman 20 tahun. Kerugian kurang dari Rp1 miliar bisa bervariatif
antara empat, lima, hingga 10 tahun. Memang harus berat, tinggi hukumannya
supaya ada syok terapi ,” kata Madya.
Madya menilai, UU No31/ 199 junto UU No20/2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat celah bagi oknum hakim dan jaksa
“bermain”. Jaksa bisa mengajukan tuntutan ringan sehingga hakim memutuskan
lebih ringan lagi dari tuntutan. “Selama ini hakim memvonis koruptor kelas
kakap dengan empat tahun. Jaksa menuntut dengan delapan tahun, hakim memvonis
enam tahun dan bahkan kurang,” kata Madya, mantan ketua Pengadilan Tinggi
Jayapura ini.
Pada undang-undang, kata Madya, pasal 2 ayat (1) menyebut
maksimal hukuman minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun atau seumur hidup.
Untuk Pasal 3 menyebut ancaman hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup dan
minimal 1 tahun.
“Ini membuat hakim leluasa putuskan. Pada undang-undang ada
peluang sehingga mengambil putusan tengah-tengah, dua tahun. Koruptor berat
(kakap) kena empat tahun. Budaya malu kita tak ada. Orang ditangkap masih bisa
dada-dada (melambaikan tangan). Dari parpol beri bantuan hukum. Sebenarnya tak
layak ada bantuan hukum. Masih beri support pada tersangka. Padahal partai
lahirkan generasi calon pimpinan, nanti bisa jadi presiden. Tapi partai begitu
keadaannya,” kata pria asli Surabaya ini.
Ringannya tuntutan jaksa dan vonis hakim, kata Madya, dipicu
rendahnya moralitas penegak hukum. Di sisi lain, tidak ada keseriusan
memberantas korupsi. “Jaksa menuntutnya harus mantap. Jaksa mewakili negara
harus bisa memberikan efek jera. Tingginya tuntutan jaksa bisa membuat hakim
tidak memiliki celah untuk menjatuhkan hukuman lebih rendah,” katanya.
Para jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya pada Hari Anti
Korupsi turun ke jalan melakukan aksi simpatik dengan membagikan bunga dan
stiker bertulis “Menuju Indonesia berintegritas, Jangan Beri Malan Anak Istrimu
dari Uang Hasil Korupsi”. Aksi simpatik tersebut dipusatkan di tiga titik di
Bundaran Satelit Jalan Mayjen Sungkono, kemudian di depan Kantor KPU Kota
Surabaya Jalan Adityawarman, dan di kawasan Wonokromo.
“Aksi turun jalanan ini adalah bentuk imbauan sekaligus
peringatan kepada masyarakat, khususnya Kota Surabaya, agar menghindari
korupsi,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Surabaya Sri Koentjoro.
Lutfi Yuhandi/ Soeprayitno
Pembahasan :
Dari hasil survey diatas, ternyata penanganan korupsi masih
begitu lamban. Masih banyaknya kasus-kasus yang belum selesai dan proses tahap
penyidikan yang lama. Terutama kasus yang terjadi di Surabaya. Proses ini
membuat para koruptor masih bisa santai –santai sambil menunggu hasil.
Ringannya tuntutan jaksa dan vonis hukum juga harus lebih
diperhatikan. Vonis hukuman masih sangat rendah. Ini akan membuat
koruptor-koruptor baru semakin banyak dan koruptor-koruptor sebelumnya tidak
jengah dalam melakukan korupsinya.
Saran dari artikel diatas sudah sangat baik. Dengan memberikan
level tuntutan sesuai jumlah kerugiannya. Sanksi harus lebih tegas Dan harus
lebih banyak lagi penyuluhan anti
korupsi sejak dini ke yayasan sekolah-sekolah dan tempat2 masyarakat agar semua
tau hasil kerugian korupsi dan dampak psikis nya apa demi masa depan kita dan
negara.
HIDUP AKAN TERASA INDAH BILA TIDAK KORUPSI !
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar